Selamat datang di zona Atmadilaga

Mari berbagi informasi, pengalaman, dan wawasan, .
setetes tinta melahirkan jutaan inspirasi

19 July 2021

09 October 2018

Perbedaan Masa Kontrak dan Masa Pelaksanaan pada Kontrak kontruksi

Salah satu pertanyaan yang sering sulit dijawab oleh pelaksana pengadaan barang/jasa adalah apa perbedaan antara masa kontrak dengan masa pelaksanaan pekerjaan. dilihat dari kacamata orang awam pun dapat disimpulkan bahwa keduanya adalah hal yang sama. Maka sebagian besar jawaban yang sering disampaikan adalah keduanya sama saja. Atau yang disebut dengan masa kontrak/masa berlakunya kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan.

Hal ini sering menjadi permasalahan khususnya pada akhir tahun anggaran dalam hal pencairan pembayaran atau untuk perhitungan denda pelaksanaan pekerjaan. Ketika masa pelaksanaan berakhir, maka banyak yang berasumsi bahwa masa kontrak berakhir, maka kontrak sudah tidak berlaku dan tidak bisa diamandemen/addendum.

Apakah benar bahwa masa kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan? beberapa gambaran di bawah ini mungkin dapat menjadi bahan renungan
  1. Kontrak berlaku sejak tanggal ditandatangani, namun SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) bisa saja ditetapkan setelah tanggal kontrak, dan di SPMK pun dapat mencantumkan tanggal maksimal untuk penyedia memulai pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa masa kontrak dan masa pelaksanaan pekerjaan merupakan dua hal yang berbeda, karena tanggal kontrak dan tanggal SPMK sebagai dasar dalam pelaksanaan pekerjaan tidak sama. Apabila SPMK dikeluarkan beberapa hari setelah kontrak ditandatangani, maka akan ada waktu kosong antara tanggal penandatanganan kontrak dengan SPMK. Apabila kita beranggapan bahwa masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, artinya sejak kontrak ditandatangani hingga SPMK, tidak ada kontrak disana. Ini jelas tidak mungkin.

  2. Jika kontrak yang dilaksanakan merupakan pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu Serah Terima Pekerjaan Pertama (PHO – Provisional Hand Over) dan Serah Terima Pekerjaan Akhir (FHO – Final Hand Over) setelah masa pemeliharaan berakhir. Peralihan jaminan pelaksanaan menjadi jaminan pemeliharaan dilaksanakan pada saat sebelum memasuki masa pemeliharaan, dan tata cara pencairan jaminan pemeliharaan tertuang dengan jelas dalam Syarat-Syarat Umum/Khusus Kontrak. maka setelah masa pelaksanaan berakhir, kontrak masih berlaku ketika masa pemeliharaan. Ini jelas masa pelaksanaan tidak sama dengan masa kontrak.

  3. Ketentuan terbaru pada Perpres 4 Tahun 2015 (Baca Perpres Nomor 70 Tahun 2012, Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dan PMK Nomor 194/PMK.05/2014: Solusi Akhir Tahun Kegiatan Bersumber Dana dari APBN. Bagaimana Dengan APBD?) mencantumkan bahwa memungkinkan untuk memberikan kesempatan kepada penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (limapuluh) hari kalender dan dapat melampaui tahun anggaran

  4. Pada pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu serah terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Untuk menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak. Apabila penyedia barang/jasa tidak melaksanakan pemeliharaan, maka jaminan atau retensi  ini disita dan dicairkan ke kas negara/daerah. Ketentuan pencairan ini tertuang dalam kontrak. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka tentu saja setelah serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidak berlaku karena masa berlakunya telah selesai sehingga penyedia tidak terikat lagi pada kontrak tersebut. Hal ini berarti penyedia yang tidak melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam kontrak.

  5. Penyedia barang/jasa yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga masa pelaksanaan pekerjaan berakhir, dapat tetap melanjutkan pekerjaan dengan dikenakan sanksi denda keterlambatan. Bahkan PPK dapat memutuskan kontrak apabila penyedia telah diberikan kesempatan selama 50 hari kalender namun tetap tidak mampu menyelesaikan pekerjaan. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka setelah masa pelaksanaan pekerjaan berakhir, kontrak akan putus dengan sendirinya sehingga penyedia barang/jasa yang terlambat dalam melaksanakan pekerjaan tidak memiliki dasar untuk dikenakan denda keterlambatan. Hal ini karena klausul denda tersebut tertuang pada kontrak yang sudah tidak berlaku lagi.
Dari kelima ilustrasi di atas jelas bahwa masa kontrak tidak sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan.

Kemudian, apa yang dimaksud dengan masa kontrak?

Dalam setiap standar dokumen pengadaan  yang resmi dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 15 dan 18 Tahun 2012  pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), Bagian A, 1, Klausul 1.24 telah disebutkan bahwa “Masa Kontrak adalah jangka waktu berlakunya kontrak ini terhitung sejak tanggal kontrak ditandatangani sampai dengan masa pemeliharaan berakhir.”

Hal ini jelas bahwa masa kontrak tidak sekedar masa pelaksanaan pekerjaan. Masa pelaksanaan pekerjaan merupakan bagian dari masa kontrak.

Hal ini dapat dilihat secara jelas pada gambar di bawah:

Perbedaan Masa Pelaksanaan Pekerjaan dan Masa Kontrak

Khusus untuk pekerjaan kontruksi, masa kontrak dapat melewati tahun anggaran apabila masa pemeliharaan juga melewati tahun anggaran. Misalkan sebuah pekerjaan kontraksi selesai pada bulan Nopember 2013 dan membutuhkan pemeliharaan selama 3 bulan, maka masa kontraknya berakhir pada bulan Februari 2014.

Ini bukanlah kontrak tahun jamak, karena pengertian kontrak tahun jamak berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 52 Ayat 2 adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, bukan yang masa kontraknya lebih dari 1 tahun anggaran.

Berdasarkan Keputusan Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Standar Dokumen Pengadaan (SDP) Secara Elektronik, pada SDP untuk masing-masing jenis pekerjaan telah dijelaskan pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) poin 1.24, 1.25, 1.26, dan 1.27 menjelaskan pengertian masa kontrak, tanggal mulai kerja, tanggal penyelesaian pekerjaan, dan masa pemeliharaan, yaitu sebagai berikut:

1.24        Masa Kontrak adalah jangka waktu berlakunya Kontrak ini terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak sampai dengan masa pemeliharaan berakhir.

1.25        Tanggal mulai kerja adalah tanggal mulai kerja penyedia yang dinyatakan pada Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), yang diterbitkan oleh PPK.

1.26        Tanggal penyelesaian pekerjaan adalah tanggal penyerahan pertama pekerjaan selesai, dinyatakan dalam Berita Acara penyerahan pertama pekerjaan yang diterbitkan oleh PPK.

1.27        Masa pemeliharaan adalah kurun waktu kontrak yang ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak, dihitung sejak tanggal penyerahan pertama pekerjaan sampai dengan tanggal penyerahan akhir pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan SDP terkait Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) poin 1.24, 1.25, 1.26, dan 1.27, maka antara masa kontrak dan masa pelaksanaan pekerjaan dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

Hal lain yang harus diperhatikan berkenaan dengan masa kontrak dengan masa pelaksanaan pekerjaan adalah mengenai keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

Yang dimaksud dengan keterlambatan sehingga penyedia dikenakan sanksi denda keterlambatan adalah pelaksanaan pekerjaan yang melewati batas akhir pelaksanaan pekerjaan. PPK harus memperhatikan batas waktu kontrak apabila terjadi keterlambatan pekerjaan, karena setiap keterlambatan akan mengakibatkan mudurnya masa pemeliharaan pekerjaan (khusus untuk pekerjaan konstruksi). Untuk memperhatikan hal ini maka PPK perlu melakukan adendum kontrak dengan menambah masa kontrak, bukan dengan menambah waktu pelaksanaan pekerjaan.

Apabila PPK menambah waktu pelaksanaan pekerjaan dengan alasan penyedia terlambat, maka tentu saja penyedia itu tidak terlambat lagi, karena batas waktu peneyelesaian pekerjaannya turut mundur dan disesuaikan dengan batas waktu baru yang telah diadendum oleh PPK. Karena tidak terlambat, maka tidak dapat dikenakan denda keterlambatan.

Terakhir, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Masa kontrak dimulai sejak penandatanganan kontrak hingga selesainya masa pemeliharaan (FHO). Hal ini bertujuan agar para pihak yang menandatangani kontrak masih terikat secara perdata selama kontrak tersebut masih berlaku. Apabila penyedia tidak melaksanakan pemeliharaan pekerjaan, maka penyedia tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.

Masa Pelaksanaan Pekerjaan dimulai sesuai dengan kete
ntuan dalam Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) hingga serah terima pertama pekerjaan (PHO). Masa pelaksanaan pekerjaan inilah yang menjadi dasar perhitungan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dalam hari kalender serta dasar untuk mengenakan sanksi denda keterlambatan kepada penyedia barang/jasa.

Share:

08 October 2018

HIRARKI PENGENDALIAN RESIKO/BAHAYA - SMK3

Hirarki Pengendalian Resiko
Kali ini kita akan membahas tentang pengendalian resiko, atau hirarki pengendalian resiko menurut standar OHSAS. Sebelumnya, apa iru resiko??

Resiko Adalah Kesempatan Untuk Terjadinya Kerugian Atau Kecelakaan

definisi lain Resiko juga dapat dartikan Kombinasi Dari Kemungkinan (Likelihood) Dan Akibat (Consequence) Dari Sebuah Kejadian Bahaya Spesifik

dari mana saja sumber resiko terjadi, Sumber bahaya ditempat kerja dapat berasal dari :
  1. BAHAN / MATERIAL
  2. ALAT/MESIN
  3. METODE KERJA
  4. LINGKUNGAN KERJA
Bila suatu risiko tidak dapat diterima maka harus dilakukan upaya penanganan risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan/kerugian. Bentuk tindakan penanganan risiko dapat dilakukan sebagai berikut :

  • Hindari risiko
  • Kurangi/minimalkan risiko
  • Transfer risiko
  • Terima risiko
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah
eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel berikut ini.


Hirarki Pengendalian Resiko :

HIRARKI PENGENDALIAN RESIKO/BAHAYA K3
ELIMINASI Eliminasi Sumber Bahaya Tempat Kerja / Pekerjaan Aman
Mengurangi Bahaya
SUBSTITUSI Substitusi Alat/Mesin/Bahan
PERANCANGAN Modifikasi/Perancangan
Alat/Mesin/Tempat Kerja yang
Lebih Aman
ADMINISTRASI Prosedur, Aturan, Pelatihan,
Durasi Kerja, Tanda Bahaya,
Rambu, Poster, Label
Tenaga Kerja Aman Mengurangi
Paparan
APD Alat Perlindungan Diri Tenaga Kerja

1. Eliminasi : Dengan menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja
2. Substitusi : Mengganti bahan atau proses yang lebih aman
a. Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta
b. Proses pengecatan spray dengan pencelupan
3. Perancangan / Rekayasa Teknik : Dengan melakukan proses modifikasi dari suatu peralatan
a. Pemasangan alat pelindung mesin / guarding
b. Penambahan alat sensor otomatis
4. Pengendalian Administratif : Dengan melakukan pengontrolan dari sistim administrasi
a. Pemisahan lokasi kerja / penempatan material
b. Izin kerja / working permit
c. Training
5. Alat Pelindung diri : Dengan menggunakan alat pelindung diri
a. Kacamata
b. Helm
c. Sarung tangan
d.     Masker

Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :

https://atmadilaga27.blogspot.com

Demikian sedikit penjelasan dari saya mengenai hirarki pengendalian resiko, semoga bermanfaat




Share:

OUR YOUTUBE CHANNEL

Join Our Fanpage

KUNJUNGI BLOG KAMI LAINNYA



Total Pageviews

Blogroll