Rumah ibarat tubuh manusia. Agar dapat berdiri dengan tegak dan tidak jatuh, tubuh manusia membutuhkan kerjasama antarelemen, seperti tulang, otot, dan saraf. Begitu juga dengan rumah. Memiliki elemen-elemen struktur yang saling bekerjasama mutlak diperlukan agar menghasilkan rumah yang berstruktur kuat, stabil, kokoh, aman untuk ditempati, dan nyaman.
Elemen-elemen struktur tersebut terbagi menjadi dua kelas besar, sesuai dengan letak dan tugasnya. Bagian pertama merupakan elemen struktur yang berada di bawah tanah, yang biasa disebut pondasi. Sedangkan bagian yang lain adalah elemen-elemen struktur yang berada di atas tanah.
Daya Dukung Tanah
Elemen struktur yang di bawah tanah, alias pondasi, bertugas sebagai dasar dari bangunan dan meneruskan beban bangunan tersebut ke tanah yang cukup kuat mendukungnya.
Tanah memiliki kemampuan atau daya dukung yang berbeda-beda. Hal ini dapat diketahui dengan cara melakukan tes penyelidikan tanah. Permukaan dasar pondasi lebih baik bila langsung menyentuh tanah keras. Dengan demikian, semua beban yang harus disalurkan ke dalam tanah dapat langsung didistribusikan ke permukaan tanah keras.
Bila bangunan berdiri di atas tanah yang memiliki daya dukung rendah, bangunan tersebut dipastikan akan melesak ke dalam tanah. Ibaratnya seperti kepalan tangan yang ditekankan pada sepotong roti. Di permukaan roti pasti terdapat lubang sebesar kepalan tangan tersebut. Berbeda bila kepalan tangan tersebut ditekan pada sepotong besi. Apa yang terjadi? Tidak ada lubang bekas kepalan tangan di permukaan besi.
Kepalan tangan tersebut diandaikan sebuah rumah yang memiliki bobot dan akan diletakkan di atas tanah. Rumah tersebut memiliki berat yang berasal dari benda yang berada di atas atau di dalam rumah tersebut, seperti atap, lantai, dinding, perabot, manusia, air hujan. Berat rumah tersebut harus dapat didukung oleh tanah yang ada di bawahnya.
Daya dukung tanah memiliki satuan kg/cm2 atau t/m2. Contohnya, sebuah lahan memiliki daya dukung tanah 0,75 kg/cm2. Artinya, setiap sentimeter persegi tanah mampu mendukung 0,75 kg berat bangunan. Bila ternyata setiap sentimeter persegi tanah dibebani lebih dari 0,75 kg (misalnya 1 kg), maka akan terjadi kelebihan beban setiap sentimeter persegi dan bangunan akan mengalami penurunan.
Beban Bangunan
Untuk mengetahui berat bangunan perlu diketahui fungsi ruang di dalam rumah serta elemen struktur dan arsitektur apa saja yang digunakan. Elemen struktur dan arsitektur tersebut adalah elemen yang ada di atas pondasi dan pondasinya sendiri, seperti berat atap, berat dinding, berat perabotan, dan berat pondasi.
Berat bangunan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Berat bangunan tersebut harus dapat disalurkan oleh pondasi ke permukaan tanah keras. Contohnya, bila sebuah rumah dilengkapi dengan perpustakaan, maka beban yang dihitung harus lebih besar, karena buku-buku memiliki berat lebih besar setiap meter perseginya.
Pada intinya, pondasi menjaga kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri akibat dari beban struktur bangunan dan beban hidup maupun gaya dari luar bangunan, seperti angin, gempa, dan air hujan.
Pondasi-Menerus
Pondasi bangunan dibedakan atas pondasi-dangkal dan pondasi-dalam. Menurut Ir. Rudi Gunawan dalam buku Pengantar Teknik Pondasi, dijelaskan bahwa perbedaan antara pondasi-dangkal dan pondasi-dalam terletak pada perbandingan antara kedalaman dasar pondasi dari muka tanah (D) dengan lebar pondasinya (B).
Biasanya rumah tinggal menggunakan pondasi- dangkal dengan perbandingan D lebih kecil atau sama dengan B (D<=B). Kedalaman pondasi (D) biasanya antara 0,6 m sampai 3 m. Pondasi-dangkal juga dikenal dengan nama pondasi-langsung, karena semua beban bangunan langsung disalurkan ke permukaan tanah keras dengan cara menyebarkan beban bangunan.
Sesuai dengan prinsipnya, beban harus langsung disebarkan ke permukaan dasar pondasi. Dengan demikian, setiap sentimeter persegi permukaan dasar pondasi harus menyalurkan beban kurang atau sebesar dari daya dukung tanah yang ada.
Masih menurut Ir. Rudi Gunawan, ada beberapa jenis pondasi-dangkal, yaitu pondasi-menerus, pondasi-telapak, pondasi-kaki gabungan, dan pondasi-plat. Pondasi yang biasa digunakan untuk rumah tinggal tidak bertingkat adalah pondasi-menerus. Artinya, pondasi dibuat sepanjang dinding yang ada di rumah tersebut.
Lebar dasar pondasi-menerus adalah 2,5 kali dari tebal dinding. Jadi, tebal pondasi minimal 70 cm untuk dinding 1/2 bata(1) dan minimal 90 cm untuk dinding 1 bata(2). Kedalaman pondasi-menerus untuk di atas tanah keras dengan dinding 1/2 bata cukup 60 cm sampai 80 cm, sedangkan untuk dinding 1 bata, kedalamannya 80 cm sampai 100 cm. Bila bangunan memikul beban yang cukup berat, sementara daya dukung tanahnya kecil, maka digunakan pondasi-menerus dari plat beton bertulang.
Di atas batu kali pada pondasi-menerus harus dipasangi balok sloof beton bertulang untuk meratakan beban. Fungsi lain dari sloof adalah sebagai pengikat antara struktur bagian atas tanah dengan struktur bagian dalam tanah atau pondasi. Ikatan antara sloof dengan elemen struktur lainnya dapat menggunakan angkur.
Pondasi-Telapak
Salah satu jenis pondasi yang biasa digunakan pada rumah tinggal adalah pondasi-telapak. Pondasi ini harus memiliki ketebalan yang cukup, untuk menghindari sobekan pada telapaknya akibat beban yang cukup berat.
Untuk menghitung luas permukaan dasar pondasi-menerus dan pondasi-telapak digunakan rumus:
A (cm2) = Total berat bangunan (kg)
Daya dukung tanah (kg/cm2)
Luas permukaan dasar pondasi harus cukup besar, sesuai dengan ketebalan dinding. Selain permukaan pondasi tersebut dapat menyalurkan beban merata ke permukaan tanah keras, juga sebagai penstabil bangunan. Contoh perhitungan dapat dilihat pada boks.
Ada satu jenis pondasi lain yaitu pondasi rollag, yang khusus digunakan untuk pondasi-teras atau emperan. Pondasi jenis ini tidak untuk memikul dan menyalurkan beban bangunan yang berat. Pondasi ini terbuat dari batu bata atau dari batu kali, yang kedalamannya hanya 40 cm sampai 70 cm dan memiliki lebar 30 cm sampai 70 cm.
Ketepatan Pemilihan
Memilih pondasi yang akan digunakan pada rumah tinggal haruslah tepat. Ketidaktepatan dalam pemilihan pondasi akan berakibat fatal pada bangunan, seperti penurunan bangunan, sehingga tanah yang mengalami desakan akan terangkat naik. Akibat lain, struktur bangunan akan mengalami pergerakan dan terjadi retak-retak pada badan bangunan. Semakin lama retak tersebut akan semakin besar dan dapat menimbulkan keruntuhan bangunan.
Pemilihan pondasi, selain memperhitungkan keadaan tanah (daya dukung tanah), juga perlu memperhatikan lokasi dan fungsi bangunan. Jika bangunan tidak bertingkat berlokasi di tepi jalan raya yang dilewati oleh kendaraan berat, maka sebaiknya menggunakan pondasi-menerus yang ditambah perkuatan ekstra. Apalagi bila bangunan tersebut berada di tanah yang memiliki perbedaan ketinggian yang cukup besar. Perkuatan ekstra yang dimaksud adalah pebambahan pondasi-menerus plat beton bertulang atau pondasi-telapak pada titik-titik pondasi di bawah kolom struktural.
Dapat dibayangkan bila rumah tinggal memiliki pondasi yang kurang tepat. Luas permukaan dasar pondasi yang tidak memenuhi syarat ibarat manusia yang memiliki tubuh besar tapi memiliki telapak kaki yang kecil. Akibatnya, tubuhnya mudah jatuh karena tidak ada kestabilan. Tidak mau, kan, hal ini terjadi pada rumah Anda?
Keterangan
(1) Dinding 1/2 bata = dinding yang terdiri dari pasangan bata yang disusun berdiri. Lebar dindingnya merupakan tebal batu bata atau sekitar 7,5 cm.
(2) Dinding 1 bata = dinding yang terdisi dari pasangan bata yang disusun tidur. Lebar dindingnya merupakan lebar batu bata atau sekitar 15 cm.
Contoh Kasus Perhitungan Ukuran Pondasi
Luas bangunan: 6 m x 9 m
Tebal dinding: 1 bata
Tinggi dinding: 4 m
Lebar teritisan: 1 m
Setelah dihitung, jumlah beban yang harus dipikul pada setiap titik pondasi adalah 3.960 kg. Bila satu titik pondasi memikul beban bangunan sebesar 3.960 kg dan daya dukung tanah yang ada sebesar 0,75 kg/cm2, berarti penghitungan permukaan dasar pondasi adalah sebagai berikut.
A = 3.960 kg = 52,8 cm = 53 cm
0,75 kg/cm2 x 100
Hasil penghitungan—yaitu 53 cm—lebih kecil dari 2,5 kali tebal tembok 1 bata (70 cm), sehingga yang digunakan adalah ukuran 70 cm. Sementara itu, kedalamannya 80 cm dari muka tanah.
0 comments:
Post a Comment